Eh, gimana betul mulainya… Jadi, ini. Saya lagi bersandar di tempat lazim kita nangkring dahulu, yang di pojokan kedai kopi itu slot gacor. Kopinya sedang lezat, tetapi rasanya beda aja. Seperti terdapat yang kurang, bisa jadi sebab umumnya terdapat kalian di melintas meja, senyum- senyum sembari nyicipin kue yang saya pesenin.
Saya tidak ingin nostalgia sangat dalam sih, tetapi jujur, terdapat sebagian perihal yang belum luang saya bilang. Kalian ketahui kan, saya orangnya tidak sangat pinter ngungkapin apa yang saya rasain. Kadangkala saya berambisi dapat lebih jujur durasi itu, tetapi betul, nasi udah jadi bubur. Ataupun lebih persisnya, ikatan kita udah jadi ingatan.
Tetapi saya tidak di mari untuk nyalahin siapa- siapa, kenapa. Saya hanya ingin bilang makasih. Makasih sebab kalian sempat jadi bagian dari narasi saya. Kita bisa jadi tidak serempak lagi, tetapi saya bener- bener berlatih banyak dari kita. Metode adem, metode kompromi, apalagi metode nangis diem- diem sembari dengerin lagu bimbang yang kalian rekomendasiin. Abnormal betul, nyatanya banyak amat sangat yang saya inget dari kalian.
Kadangkala, saya penasaran, kalian apa berita saat ini? Apa kalian sedang senang ketawa ngakak cocok nonton stand- up di YouTube? Apa kalian sedang senang ngeluh pertanyaan keju di roti bakar yang tidak lumayan banyak? Saya minta, apa juga itu, kalian senang. Sebab meski kita tidak serempak lagi, saya hanya ingin kalian memiliki senyum yang ikhlas tiap hari.
Betul, intinya… saya hanya ingin bilang jika saya tidak nyesel sempat terdapat kita. Serta walaupun udah tidak terdapat lagi, saya senantiasa doain yang terbaik untuk kalian. Jadi, janganlah kurang ingat piket diri, betul? Jika sesuatu hari esok kita bertemu lagi, saya minta kita dapat ngobrol sembari ketawa, seperti dahulu. Seperti tidak sempat scatter hitam pragmatic terdapat cedera yang butuh disesali.
Mudah- mudahan sarwa senantiasa bagus serupa kalian.